Kamis, 07 Oktober 2010



 
Sabtu, 07 Agustus 2010 , 10:47:00
 
PRODUKSI : Pekerja tengah membuat kompor mitan di bengkel Didih, kemarin.

Sama seperti halnya pengrajin sepatu di Ciomas, permasalahan utama yang kini dihadapi Didih dalam menjalankan usahanya adalah modal. Wajar saja, jika dirinya tertatih-tatih bertahan menjadi pembuat kompor mitan di tengah beratnya tekanan ekonomi.

Laporan:Rico Afrido Simanjuntak

Saat jam istirahat menunjukkan tepat pukul 12:00, bengkel kerja kompor mitan milik Didih di RT 04/04, Kampung Bojong, Desa Tarikolot, Kecamatan Citeureup, terlihat sepi. Di bengkel seluas 60 meterpersegi itu, hanya nampak tumpukan bagian-bagian kompor mitan yang belum terpasang. Ya, ketika jam istirahat, Didih dan empat pekerjanya pulang ke rumah masing-masing untuk mengisi perut.

Setengah jam berlalu, Didih dan empat pekerjanya satu persatu kembali ke bengkel. Dan mereka pun mulai bekerja. Sambil bekerja, Didih menyempatkan diri berbincang-bincang dengan wartawan koran ini.

Ia mengeluhkan kebijakan pemerintah mengenai konversi mitan ke gas. Betapa tidak, sebelum ada kebijakan tersebut, permintaan kompor mitan di pasaran cukup pesat. “Dulu sebelum ada kebijakan konversi itu, sebulan bisa seratus kompor mitan kami produksi, dan semuanya laku di pasaran,” ucap Didih.

Jumlah pekerjanya pun lanjut Didih, masih banyak. “Dulu, di bengkel saya ada 20 pekerja termasuk saya,” imbuhnya. Namun kata dia, sejak ada kebijakan konversi, 15 pekerja terpaksa dikeluarkan. “Sebenarnya tak tega, tapi mau gimana lagi, soalnya belakangan ini penjualan kompor mitan sepi,” katanya.

Bahkan terangnya, hasil karyanya sering dipasarkan ke luar kota seperti Lampung, Kalimantan dan Sumatera. “Tapi itu dulu, sekarang hanya dijual di Pasar Citeureup. Itu pun jarang ada yang beli,” ungkapnya.

Seiring maraknya peristiwa ledakan tabung gas elpiji 3 kg. Permintaan kompor mitan buatannya pun mulai dicari warga. “Satu sisi bisa menguntungkan kami, tapi di sisi lain sedih juga kalau melihat korban ledakan itu,” kata dia.

Untuk itu, dirinya berharap Pemkab Bogor bisa memperhatikan nasib mereka dengan cara meminjamkan modal. Karena sejak awal terjun menekuni usaha pembuatan kompor mitan hingga kini, menurut Didih tak pernah ada perhatian dari pemkab. “Coba, ada modal pinjaman dari pemerintah, pastinya kita tak pusing memikirkan nasib,” pungkasnya. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar