Kamis, 07 Oktober 2010



 
Senin, 30 Agustus 2010 , 11:16:00
 
Tidak hanya bulan puasa, bedil lodong juga marak dimainkan saat Lebaran. Saat itu, suasana akan meriah oleh dentuman bedil yang terdengar silih berganti.

Laporan: Rico Afrido Simanjuntak

Masyarakat Kampung Jagaita Desa Jonggol dan Kampung Ciledug Desa Bedungan, rutin mengadakan kegiatan bedil lodong menyambut Ramadan. Tradisi yang sudah hampir punah ini, ternyata cukup ampuh menjadi alternatif pengganti petasan. Peminatnya juga banyak, tidak hanya anak-anak, orang dewasa juga banyak yang memainkannya.

“Selain itu, permainan bedil lodong juga diadakan untuk melestarikan kebudayaan Sunda yang sudah sangat jarang dimainkan. Apalagi oleh anak-anak pada zaman sekarang,” ujar Humas Kecamatan Jonggol, Omin Alyadi, kepada Radar Bogor.

Biasanya, kata dia, permainan bedil lodong dilakukan di tempat terbuka yang jauh dari pemukiman masyarakat. Atau di tengah sawah yang sudah panen. “Soalnya kalau dimainkan dekat pemukiman, pasti akan menganggu,” tuturnya.

Ia menjelaskan, lodong atau meriam bambu ini, salah satu permainan anak-anak yang cukup populer di Desa Jonggol. Karena sangat mengasyikkan, penuh sensasi sekaligus tantangan.

Bedil lodong, terang dia, biasanya dimainkan dua kelompok yang saling berhadapan dengan jarak sekitar 10 meter. Setelah diisi karbit dan ditambah air serta diberi api, suara ledakan akan terdengar. Dan itu menandakan permainan sudah dimulai. “Suara yang paling kencang berarti dia pemenangnya,” kata Omin.

Ia juga menambahkan, untuk anak-anak di bawah umur, pihaknya ikut mengawasi, khawatir terjadi sesuatu. “Namun, sampai saat ini permainan yang dianggap sudah tua itu, tetap menjadi salah satu alternatif kami dalam menyambut dan merayakan bulan suci Ramadan,” tambah Omin.

Pihaknya melihat, permainan bedil lodong merupakan satu bentuk pelestarian kebudayaan Sunda yang sudah mulai punah. Apalagi, permainan tersebut sudah sangat jarang dimainkan anak-anak di Bogor. “Kebanyakan anak-anak sekarang mainnya play station, game online atau facebook. Tapi, warga di sini (Jonggol, red) tidak, mereka ikut serta melestarikan kebudayaan Sunda itu,” jelas Omin.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar