Kamis, 07 Oktober 2010



 
Jum'at, 20 Agustus 2010 , 11:20:00
 
BIBIT: Petugas Kebun Anggrek Gunung Geulis sedang merapikan beberapa bibit anggrek.
Jumlah petani anggrek di Indonesia saat ini mencapai dua juta. Namun, keberadaan mereka belum terperhatikan oleh pemerintah. Bahkan, para petani anggrek saat ini banyak mengeluhkan birokrasi dan mahalnya biaya perijinan.
Laporan: Rico Afrido Simanjuntak

BUKAN hanya kendala teknis, regulasi dan birokrasi juga belum mendukung pengembangan sektor penganggrekan nasional. Sehingga banyak sekali keluhan dari penganggrekan mengenai perizinan. Bahkan, izin usaha untuk mendirikan kebun anggrek pun masih harus menempuh jalan panjang dengan biaya beragam. Menurut Mufidah Kalla, hal ini tentu saja menambah biaya produksi yang akhirnya menjadikan tingginya harga jual bibit maupun anggrek.

Sementara itu, di negara lain kata dia, sebut saja Taiwan, pemerintah mendukung dengan memberikan kemudahan pengurusan izin. Tak sampai satu minggu sudah dapat mengurus izin dengan biaya yang pasti. Bandingkan dengan di Indonesia, butuh waktu minimal lima bulan dengan biaya beragam. “Andaikan proses ini bisa disederhanakan, tentu akan membangkitkan minat para pengusaha yang akan memulai bisnis anggrek,” katanya.

Ia mengatakan, bisnis anggrek masih dipandang sebelah mata. Padahal, lanjutnya, bisnis tersebut berpotensi besar meningkatkan pendapatan petani, lebih luas lagi untuk mendatangkan devisa.

Di Taiwan, anggrek digarap serius. Bahkan Pemerintah Taiwan telah mengalokasikan dana sebesar 300 juta NT pada 2008 untuk mengembangkan anggrek. Tak hanya perizinan yang mudah, Pemerintah Taiwan pun membangun Orchid Bio Tech Park seluas 200 hektare di Tainan. Taman anggrek tersebut bukan semata-semata mengumpulkan plasma nutfah dan indukan anggrek unggulan, tapi juga memanfaatkan bioteknologi untuk mengembangkan anggrek.

“Tidak bermaksud membandingkan, hanya tak ada salahnya jika kita memetik hal yang bagus dari negeri tetangga untuk kemudian diterapkan di negeri ini,” ungkapnya.

Masih berkaitan dengan Taiwan, dia menjelaskan bahwa untuk pembangunan kebun anggrek di Gunung Geulis Bogor, pihaknya hanya dibantu Taiwan. “Bukan kerjasama, saya hanya dibantu oleh Taiwan.

Sudah cita-cita saya dari dulu untuk mengembangkan anggrek, mulai dari bibit. Tujuannya untuk membagi-bagikan kepada petani dengan harga murah,” paparnya.

Mufidah menyebutkan, saat ini kebutuhan bunga anggrek potong mencapai 57 juta tangkai setahun.

“Ekspor kita saat ini 9 juta US dolar, sementara di pasar dalam negeri sekitar dua kali lipat. Ekspornya ke Jepang, China, Singapura dan Korea. Mereka minta ke kita karena belum mencukupi di sana,” papar Mufidah.

Namun, saat ini, lanjut dia, pihaknya belum menghitung berapa harga yang akan diberikan kepada petani, karena kebun tersebut baru saja dibuka.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar